Sabtu, 18 November 2017

PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL


A. Tata Urutan Peraturan Perundangan Nasional          
1. Kedudukan UUD 1945 dalam system peraturan perundang-undangan       
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara RI dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, menurut Miriam Budiardjo, UUD 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan :          
a. UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa       
b. UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur       
c. UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa   
d. UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan Negara         
2. Fungsi peraturan perundang-undangan           
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peraturan perundang-undangan berfungsi, antara lain sebagai berikut:           
a. sebagai norma hukum bagi warga negara karena beisi ­peraturan untuk membatasi tingkah laku manusia sebagai warga negara yang harus ditaati, dipatuhi, dan dilaksanakan. Bagi mereka yang melanggar diberi sanksi atau hukum ­sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga ­terjamin rasa keadilan dan kebenaran.      
b. sebagai pedoman dalam menjalankan hubungan antar sesama manusia sebabagi ­warga negara dan warga masyarakat     
c. untuk mengatur kehidupan manusia sebagai warga negara agar kehidupannya sejahtera. aman, rukun, dan harmonis;        
d. untuk menciptakan suasana aman, tertib, tenteram dan kehidupan yang harmonis .        
e. untuk memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara.          
f. untuk memberikan perlindungan atas hak ­asasi manusia.  
3. Tata urutan peraturan perundang-undangan  
Tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI . Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 
1) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)    
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)   
3) Undang Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu)       
4) Peraturan Pemerintah (PP) 
5) Peraturan Presiden (Perpres)          
6) Peraturan Daerah Propinsi (Perda Propinsi)          
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)      
Penjelasan lebih lanjut mengenai urutan perundangan-undangan ini adalah sebagai berikut:           
1) UUD 1945 
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. Menurut. L.J. van Apeldom, Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi. Sementara itu E.C.S. Wade menyatakan, bahwa Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang­Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur mengubah UUD dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
2) Undang-Undang    
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD 1945. Yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu masalah diatur dengan UU antara lain :          
a) UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b) UU dibentuk atas perintah Ketetapan MPR,        
c) UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,        
d) UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah UU yang sudah ada, 
e) UU dibentuk karena berkaitan dengan hak sasai manusia,
f) UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.         
3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu rnendapat persetujuan DPR. Hal ini dikarenakan PERPU dibuat dalam keadaan “darurat” dalam arti persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Namun demikian pada akhirnya PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Jadi bukan berarti presiden dapat seenaknya mengeluarkan PERPU, karena pada akhirnya harus diajukan kepada DPR pada persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislative DPR dapat menerima atau menolak PERPU yang diajukan Presiden tersebut, konsekwensinya kalau PERPU tersebut ditolak, harus dicabut, dengan kata lain harus dinyakan tidak berlaku lagi
4) Peraturan Pemerintah (PP) 
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah. Jadi peraturan pemerintah tersebut merupakan bentuk pelaksanaan dari suatu undang-undang. Adapun kriteria untuk dikeluarkannya Peratura Pemerintah adalah sebagai berikut :           
– PP tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya,       
– PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana. jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana,    
– PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.    
– PP dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebut ­secara tegas, asal PP tersebut untuk melaksanakan UU,     
5) Peraturan Presiden 
Peraturan Presiden merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk Presiden berdasarkan pasal 4 UUD 1945. Dilihat dari sifatnya Peraturan Presiden ada dua macam, yaitu yang bersifat pengaturan dan yang bersifat penetapan. Yang termasuk jenis peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Presiden yang bersifat pengaturan.    
Dibandingkan dengan Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden dapat dibuat. baik dalam rangka melaksanakan UUD 1945, TAP MPR, UU, maupun PP. Sedangkan PP terbatas hanya untuk melaksanakan UU saja.    
6) Peraturan Daerah (Perda)  
Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah daerah Propinsi dan daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota. Masuknya Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang­undangan yang lebih tinggi. Selain itu Peraturan daerah ini juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Dengan demikian kalau Peraturan Daerah terse but dibuat sesuai kebutuhan daerah, dimungkinkan Perda yang berlaku di suatu daerah KabupatenlKota belum tentu diberlakukan di daerah kabupaten/ kota lain.           
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang­undangan yang lebih tinggi.   
B. Proses Pembuatan Peraturan Perundangan Nasional
1. Proses pembuatan Undang-Undang      
Dalam membahas proses penyusunan perundang-undangan, kita akan memfokuskan pada proses pembentukan Undang-Undang.       
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal 5 Ayat 1 “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR”, Pasal 20 Ayat 1 “DPR memegang kekuasaan membentuk UU” dan Pasal 20 Ayat 2 “Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama” .    
Dalam pembentukan suatu undang-undang, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2004, maka tahap-tahapnya meliputi:          
a. RUU yang diajukan presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.          
b. RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR
c. RUU yang berasal dari DPD dapat diajukan kepada DPR           
d. RUU yang telah disiapkan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR
e. DPR membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
f. RUU yang berasal dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden
g. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.   
h. Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan Presiden menyampaikan RUU dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang disampaikan DPR, sedangkan RUU yang disampaikan presiden dipakai sebagai pembanding.  
i. Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden Menteri yang ditugasi.
j. Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya pada rapat komisi panitia alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislative 
k. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
l. Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.      
m. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi UU, penyampaian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.    
n. Presiden membubuhkan tangan tangan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU disetujui bersama oleh DPR dan presiden.     
o. Bila RUU yang telah disetujui bersama, dalam waktu 30 hari tidak ditandangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Adapun rumusan kalimat pengesahannya adalah: UU ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD NKRI Tahun 1945.
p. Peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:                
1) Lembaran Negara RI         
2) Berita Negara RI   
3) Lembaran Daerah; atau      
4) Berita Daerah         
q. Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI, meliputi :       
1) UU/PERPU           
2) Peraturan Pemerintah         
3) Peraturan Presiden mengenai; pengesahan perjanjian antara negara RI dan negara lain atau badan intemasional ; dan pernyataan keadaan bahaya      
r. Tambahan Lembaran Negara RI memuat penjelasan peraturan perundan-undangan yang dimuat dalam LNRI           
s. Tambahan Berita Negara RI memuat penjelasan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Berita Negara RI.     
2. Proses pembuatan Peraturan Daerah    
Peraturan daerah merupakan peraturan untuk rmelaksanakan aturan hukum di atasnya dan rnenampung kondisi khusus• daerah yang bersangkutan. Sebelum menjadi Peraturan Daerah (Perda), terlebih dahulu diproses di lembaga legislatif daerah yakni di DPRD provinsi atau DPRD kabupaten atau kota.          
Dalam proses pernbuatan perda pertarna kali, gubernur mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk nendapatkan pengesahan dari DPRD ‘provinsi, dan diajukan oleh bupati atau wali kota jika Raperda kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan dari DPRD kabupaten/kota. Raperda tersebut kemudian dibahas secara bersama-sama antara gubernur dan DPRD provinsi, atau antara bupati/wali kota bersama dengan DPRD kabupaten/kota. Selain itu di tingkat desa/kelurahan juga dimungkinkan dibuat aturan-aturan. Peraturan desa dibuat oleh lurah bersarna dengan Badan Perwakilan Desa (BPD) atau badan yang setingkat. Tata cara pembuatan peraturan desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.     
C. Mentaati Peraturan Perundangan Nasional    
1. Kewajiban warga negara terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan  
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Ini mengandung arti bahwa setiap warga negara wajib :
a. Mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Melaksanakan hukum dan peraturan perundang-undangan tersebut dengan penuh tanggungjawab dan konsekuen      
c. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan atau tindakan pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan
d. Mewujudkan ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat masing-masing          
2. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan  
Ketaatan adalah sikap patuh terhadap segala peraturan perundangan yang berlaku dengan penuh kesadaran, keiklasan, tanpa ada paksaan dari siapapun. Contoh ketaatan terhadap peraturan perundangan :    
– Membayar pajak tepak pada waktunya (UU tentang pajak)          
– Mematuhi aturan lalulintas (UU tentang ALJR)    
– Tidak melakukan korupsi (UU tentang TPK)         
– Tidak membuang sampah sembarangan (Perda tentang Lingkungan hidup)         
– Tidak mengkonsumsi narkoba (UU tentang narkotika)      
– Dll   
D. Pemberantasan Korupsi 
1. Pengertian Korupsi          
– Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara (pasal 2 (1) UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi) 
– Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dll) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia)      
– Korupsi adalah perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan negara (Prof R Subekti SH)
– KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) :   
ü Korupsi artinya penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau golongan
ü Kolusi artinya kerjasama atau persekongkolan secara diam-diam untuk maksud tidak terpuji
ü Nepotisme artinya tindakan memilih kerabat sendiri, teman atau sahabat atau kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara atau teman dalam menduduki jabatan dalam suatu pemerintahan atau perusahaan.           
2. Contoh-contoh tindakan korupsi di daerah      
– Penyuapan;  
memberikan sejumlah uang kepada pejabat atau aparatur pemerintah, agar urusan/kepentingan terselesaikan dengan cepat, walaupun kurang memenuhi syarat    
– Komersialisasi jabatan;        
menggunakan jabatan demi keuntungan financial (keuangan)          
– Pungutan liar (Pungli);        
melakukan pungutan-pungutan di luar ketentuan yang berlaku        
– Jual beli suara dalam pemilu
memberikan sejumlah uang (money politics) dalam pemilu   
– Memperbesar harga dari yang sebenarnya; 
menaikan harga barang (mark-up) yang dibeli pemerintah, agar mendapatkan keuntungan pribadi
3. Upaya pemberantasan korupsi   
a. Upaya pencegahan (preventif)       
1) Memasukan pendidikan tentang Tindak Pidana Korupsi pada kurikulum sekolah           
2) Melakukan penyuluhan tentang pentingnya seseorang memiliki iman yang kuat dan hati yang bersih
3) Memberikan bimbingan dan keteladan dalam bersikap jujur dan adil      
4) Penyosialisasian peraturan perundangan tentang Tindak Pidana Korupsi kepada masyarakat
b. Upaya penindakan (kuratif)           
1) Adanya ketegasan dari aparat penegak hukum dalam menjatuhkan hukuman kepada para koruptor
2) Memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap para koruptor (pelaku tindakan korupsi) untuk memberikan efek jera 
3) Menyita dan mengembalikan harta kekayaan hasil korupsi kepada negara serta memiskinkan para koruptor           
E. Instrumen Anti Korupsi 
1. Pengertian anti korupsi   
Anti korupsi adalah suatu sikap dan perbuatan yang menolak dan/atau berjuang untuk mencegah dan memberantas segala tindak pidana korupsi.   
2. Landasan hukum pemberantasan korupsi        
a. UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  
b. UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  
c. UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)     

3. Contoh dukungan terhadap pemberantasan korupsi  
Wujud dukungan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia adalah dengan dibentuknya lembaga –lembaga antikorupsi, baik yang dibentuk oleh negara seperti KPK atau yang dibentuk oleh masyarakat seperti ICW atau GerAK.          
a. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)     
Lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
b. Indonesia Corruption Watch (ICW)          
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memberikan pengawasan serta informasi dan pengaduan terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi.          
c. Gerakan Anti Korupsi (GerAK)    
Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberdayakan masyarakat agar memiliki keberanian dan kepeduliaan terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Sumber : http://setyaaji28.blogspot.co.id/2015/10/materi-pkn-tentang-pancasila-sebagai.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar