Sabtu, 18 November 2017

PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL


A. Tata Urutan Peraturan Perundangan Nasional          
1. Kedudukan UUD 1945 dalam system peraturan perundang-undangan       
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara RI dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, menurut Miriam Budiardjo, UUD 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan :          
a. UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa       
b. UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur       
c. UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa   
d. UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan Negara         
2. Fungsi peraturan perundang-undangan           
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peraturan perundang-undangan berfungsi, antara lain sebagai berikut:           
a. sebagai norma hukum bagi warga negara karena beisi ­peraturan untuk membatasi tingkah laku manusia sebagai warga negara yang harus ditaati, dipatuhi, dan dilaksanakan. Bagi mereka yang melanggar diberi sanksi atau hukum ­sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga ­terjamin rasa keadilan dan kebenaran.      
b. sebagai pedoman dalam menjalankan hubungan antar sesama manusia sebabagi ­warga negara dan warga masyarakat     
c. untuk mengatur kehidupan manusia sebagai warga negara agar kehidupannya sejahtera. aman, rukun, dan harmonis;        
d. untuk menciptakan suasana aman, tertib, tenteram dan kehidupan yang harmonis .        
e. untuk memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara.          
f. untuk memberikan perlindungan atas hak ­asasi manusia.  
3. Tata urutan peraturan perundang-undangan  
Tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI . Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 
1) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)    
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)   
3) Undang Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu)       
4) Peraturan Pemerintah (PP) 
5) Peraturan Presiden (Perpres)          
6) Peraturan Daerah Propinsi (Perda Propinsi)          
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)      
Penjelasan lebih lanjut mengenai urutan perundangan-undangan ini adalah sebagai berikut:           
1) UUD 1945 
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. Menurut. L.J. van Apeldom, Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi. Sementara itu E.C.S. Wade menyatakan, bahwa Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang­Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur mengubah UUD dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
2) Undang-Undang    
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD 1945. Yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu masalah diatur dengan UU antara lain :          
a) UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b) UU dibentuk atas perintah Ketetapan MPR,        
c) UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,        
d) UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah UU yang sudah ada, 
e) UU dibentuk karena berkaitan dengan hak sasai manusia,
f) UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.         
3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu rnendapat persetujuan DPR. Hal ini dikarenakan PERPU dibuat dalam keadaan “darurat” dalam arti persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Namun demikian pada akhirnya PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Jadi bukan berarti presiden dapat seenaknya mengeluarkan PERPU, karena pada akhirnya harus diajukan kepada DPR pada persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislative DPR dapat menerima atau menolak PERPU yang diajukan Presiden tersebut, konsekwensinya kalau PERPU tersebut ditolak, harus dicabut, dengan kata lain harus dinyakan tidak berlaku lagi
4) Peraturan Pemerintah (PP) 
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah. Jadi peraturan pemerintah tersebut merupakan bentuk pelaksanaan dari suatu undang-undang. Adapun kriteria untuk dikeluarkannya Peratura Pemerintah adalah sebagai berikut :           
– PP tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya,       
– PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana. jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana,    
– PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.    
– PP dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebut ­secara tegas, asal PP tersebut untuk melaksanakan UU,     
5) Peraturan Presiden 
Peraturan Presiden merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk Presiden berdasarkan pasal 4 UUD 1945. Dilihat dari sifatnya Peraturan Presiden ada dua macam, yaitu yang bersifat pengaturan dan yang bersifat penetapan. Yang termasuk jenis peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Presiden yang bersifat pengaturan.    
Dibandingkan dengan Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden dapat dibuat. baik dalam rangka melaksanakan UUD 1945, TAP MPR, UU, maupun PP. Sedangkan PP terbatas hanya untuk melaksanakan UU saja.    
6) Peraturan Daerah (Perda)  
Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah daerah Propinsi dan daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota. Masuknya Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang­undangan yang lebih tinggi. Selain itu Peraturan daerah ini juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Dengan demikian kalau Peraturan Daerah terse but dibuat sesuai kebutuhan daerah, dimungkinkan Perda yang berlaku di suatu daerah KabupatenlKota belum tentu diberlakukan di daerah kabupaten/ kota lain.           
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang­undangan yang lebih tinggi.   
B. Proses Pembuatan Peraturan Perundangan Nasional
1. Proses pembuatan Undang-Undang      
Dalam membahas proses penyusunan perundang-undangan, kita akan memfokuskan pada proses pembentukan Undang-Undang.       
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal 5 Ayat 1 “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR”, Pasal 20 Ayat 1 “DPR memegang kekuasaan membentuk UU” dan Pasal 20 Ayat 2 “Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama” .    
Dalam pembentukan suatu undang-undang, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2004, maka tahap-tahapnya meliputi:          
a. RUU yang diajukan presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.          
b. RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR
c. RUU yang berasal dari DPD dapat diajukan kepada DPR           
d. RUU yang telah disiapkan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR
e. DPR membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
f. RUU yang berasal dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden
g. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.   
h. Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan Presiden menyampaikan RUU dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang disampaikan DPR, sedangkan RUU yang disampaikan presiden dipakai sebagai pembanding.  
i. Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden Menteri yang ditugasi.
j. Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya pada rapat komisi panitia alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislative 
k. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
l. Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.      
m. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi UU, penyampaian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.    
n. Presiden membubuhkan tangan tangan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU disetujui bersama oleh DPR dan presiden.     
o. Bila RUU yang telah disetujui bersama, dalam waktu 30 hari tidak ditandangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Adapun rumusan kalimat pengesahannya adalah: UU ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD NKRI Tahun 1945.
p. Peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:                
1) Lembaran Negara RI         
2) Berita Negara RI   
3) Lembaran Daerah; atau      
4) Berita Daerah         
q. Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI, meliputi :       
1) UU/PERPU           
2) Peraturan Pemerintah         
3) Peraturan Presiden mengenai; pengesahan perjanjian antara negara RI dan negara lain atau badan intemasional ; dan pernyataan keadaan bahaya      
r. Tambahan Lembaran Negara RI memuat penjelasan peraturan perundan-undangan yang dimuat dalam LNRI           
s. Tambahan Berita Negara RI memuat penjelasan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Berita Negara RI.     
2. Proses pembuatan Peraturan Daerah    
Peraturan daerah merupakan peraturan untuk rmelaksanakan aturan hukum di atasnya dan rnenampung kondisi khusus• daerah yang bersangkutan. Sebelum menjadi Peraturan Daerah (Perda), terlebih dahulu diproses di lembaga legislatif daerah yakni di DPRD provinsi atau DPRD kabupaten atau kota.          
Dalam proses pernbuatan perda pertarna kali, gubernur mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk nendapatkan pengesahan dari DPRD ‘provinsi, dan diajukan oleh bupati atau wali kota jika Raperda kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan dari DPRD kabupaten/kota. Raperda tersebut kemudian dibahas secara bersama-sama antara gubernur dan DPRD provinsi, atau antara bupati/wali kota bersama dengan DPRD kabupaten/kota. Selain itu di tingkat desa/kelurahan juga dimungkinkan dibuat aturan-aturan. Peraturan desa dibuat oleh lurah bersarna dengan Badan Perwakilan Desa (BPD) atau badan yang setingkat. Tata cara pembuatan peraturan desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.     
C. Mentaati Peraturan Perundangan Nasional    
1. Kewajiban warga negara terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan  
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Ini mengandung arti bahwa setiap warga negara wajib :
a. Mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Melaksanakan hukum dan peraturan perundang-undangan tersebut dengan penuh tanggungjawab dan konsekuen      
c. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan atau tindakan pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan
d. Mewujudkan ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat masing-masing          
2. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan  
Ketaatan adalah sikap patuh terhadap segala peraturan perundangan yang berlaku dengan penuh kesadaran, keiklasan, tanpa ada paksaan dari siapapun. Contoh ketaatan terhadap peraturan perundangan :    
– Membayar pajak tepak pada waktunya (UU tentang pajak)          
– Mematuhi aturan lalulintas (UU tentang ALJR)    
– Tidak melakukan korupsi (UU tentang TPK)         
– Tidak membuang sampah sembarangan (Perda tentang Lingkungan hidup)         
– Tidak mengkonsumsi narkoba (UU tentang narkotika)      
– Dll   
D. Pemberantasan Korupsi 
1. Pengertian Korupsi          
– Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara (pasal 2 (1) UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi) 
– Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dll) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia)      
– Korupsi adalah perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan negara (Prof R Subekti SH)
– KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) :   
ü Korupsi artinya penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau golongan
ü Kolusi artinya kerjasama atau persekongkolan secara diam-diam untuk maksud tidak terpuji
ü Nepotisme artinya tindakan memilih kerabat sendiri, teman atau sahabat atau kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara atau teman dalam menduduki jabatan dalam suatu pemerintahan atau perusahaan.           
2. Contoh-contoh tindakan korupsi di daerah      
– Penyuapan;  
memberikan sejumlah uang kepada pejabat atau aparatur pemerintah, agar urusan/kepentingan terselesaikan dengan cepat, walaupun kurang memenuhi syarat    
– Komersialisasi jabatan;        
menggunakan jabatan demi keuntungan financial (keuangan)          
– Pungutan liar (Pungli);        
melakukan pungutan-pungutan di luar ketentuan yang berlaku        
– Jual beli suara dalam pemilu
memberikan sejumlah uang (money politics) dalam pemilu   
– Memperbesar harga dari yang sebenarnya; 
menaikan harga barang (mark-up) yang dibeli pemerintah, agar mendapatkan keuntungan pribadi
3. Upaya pemberantasan korupsi   
a. Upaya pencegahan (preventif)       
1) Memasukan pendidikan tentang Tindak Pidana Korupsi pada kurikulum sekolah           
2) Melakukan penyuluhan tentang pentingnya seseorang memiliki iman yang kuat dan hati yang bersih
3) Memberikan bimbingan dan keteladan dalam bersikap jujur dan adil      
4) Penyosialisasian peraturan perundangan tentang Tindak Pidana Korupsi kepada masyarakat
b. Upaya penindakan (kuratif)           
1) Adanya ketegasan dari aparat penegak hukum dalam menjatuhkan hukuman kepada para koruptor
2) Memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap para koruptor (pelaku tindakan korupsi) untuk memberikan efek jera 
3) Menyita dan mengembalikan harta kekayaan hasil korupsi kepada negara serta memiskinkan para koruptor           
E. Instrumen Anti Korupsi 
1. Pengertian anti korupsi   
Anti korupsi adalah suatu sikap dan perbuatan yang menolak dan/atau berjuang untuk mencegah dan memberantas segala tindak pidana korupsi.   
2. Landasan hukum pemberantasan korupsi        
a. UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  
b. UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  
c. UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)     

3. Contoh dukungan terhadap pemberantasan korupsi  
Wujud dukungan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia adalah dengan dibentuknya lembaga –lembaga antikorupsi, baik yang dibentuk oleh negara seperti KPK atau yang dibentuk oleh masyarakat seperti ICW atau GerAK.          
a. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)     
Lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
b. Indonesia Corruption Watch (ICW)          
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memberikan pengawasan serta informasi dan pengaduan terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi.          
c. Gerakan Anti Korupsi (GerAK)    
Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberdayakan masyarakat agar memiliki keberanian dan kepeduliaan terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Sumber : http://setyaaji28.blogspot.co.id/2015/10/materi-pkn-tentang-pancasila-sebagai.html

KONSTITUSI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

A. Konstitusi Yang Pernah Berlaku Di Indonesia
1. Pengertian Konstitusi      
Istilah ‘kostitusi’ berasal dari bahasa Latin “Konstitutio”. Bahasa Prancis “Constituir”, yang berarti membentuk, pembentukan. Konstitusi berarti pembentukan suatu negara, atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi juga berarti peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan suatu negara
Istilah ‘konstitusi’ dalam bahasa Belanda “Grondwet”, bahasa Jerman “Grundgestz”, bahasa Inggris “Constitution” yang berarti Undang-Undang Dasar. Jadi pengertian Konstitusi :   
– Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan (undang-undang dasar, dan sebagainya); Undang-Undang Dasar suatu negara. (KBBI) 
– Konstitusi adalah sejumlah aturan dasar dan ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antar negara dan masyarakat (rakyat) dalam konsteks kehidupan berbangsa dan bernegara.          
– Konstitusi adalah hukum dasar yang memuat aturan-aturan pokok atau aturan-aturan dasar, yang menetapkan dan mengatur mengatur tata kehidupan kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan tata hubungan secara timbal balik antarlembaga negara dan antara negara dan warganya.
– Konstitusi adalah hukum dasar, baik yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun yang tidak tertulis (Konvensi). Konvensi yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara        
Dimana ada masyarakat disana ada hukum (Ubi Societas Ibi Ius).   
2. Fungsi Kontitusi   
Funsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintahan sedemikian rupa sehingga penyelenggraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang (absolute). Dengan demikian , diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. (Miriam Budiardjo)   
Fungsi konstitusi, dapat ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan atau berdasarkan tujuannya. Ditinjau dari sudut pemerintahan fungsi konstitusi sebagai landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut suatu sistem ketatanegaraan yang pasti yang pokok-pokoknya dalam suatu aturan-aturan konstitusi atau UUD-nya.    
Sedangkan ditinjau dari sudut tujuannya, fungsi kontitusi adalah untuk menjamin hak-hak anggota warga negara atau masyarakat dari tindakan sewenang-wenang penguasa.
3. Berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
Semenjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang, di Indonesia telah berlaku tiga macam UUD dalam lima periode:      
1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Proklamasi) 
Periode 18 Agutus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949 berlaku UUD Proklamasi yang kemudian dikenal dengan UUD 1945    
2) Konstitusi RIS 1949          
Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 berlaku Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS)    
3) Undang-Undang Dasar Sementara 1950   
Periode 17 Agutus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)           
4) Undang-Undang Dasar 1945 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959    
Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 1999 berlaku UUD 1945           
5) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen    
Periode 1999 sampai dengan sekarang berlaku UUD 1945  
B. Bentuk Penyimpangan Terhadap Kostitusi Yang Berlaku    
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 sesudah Dekrit Presiden            
Beberapa penyimpangan konstitusi sejak tahun 1959 (orde lama) sampai dengan lahirnya Orde Baru antara lain:           
1) Presiden telah mengeluarkan produk legislatif yang pada hakikatnya adalah Undang-undang (sehingga sesuai UUD 1945 harus dengan persetujuan DPR) dalam bentuk Penetapan Presiden, tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.    
2) MPRS, dengan Ketetapan NO.I/MPRS/1960 telah mengambil putusan menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang lebih dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) sebagai GBHN bersifat tetap, yang jelas bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.  
3) MPRS telah mengambil putusan untuk mengangkat Ir. Soekamo sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, yang menetapkan masa jabatan Presiden,lima tahun. 
4) Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 Pemerintah tidak mengajukan Rancangan Undang-undang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya .tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam tahun 1960, karena.DPR tidak dapat menyetujui Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukanoleh Pemerintah, maka Presiden waktu itu membubarkan DPR hasil Pemilihan Umum 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong, disingkat DPR-GR.   
5) Pimpinan lembaga-Iembaga negara dijadikan menteri-menteri negara sedangkan Presiden sendiri menjadi ketua DPA, yang semuanya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 5 Juli 1959 s/d 1998           
Orde Baru yang lahir dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumi dan konsekuen; ternyata tidak mampu melakukannya. Bahkan pada masa Orde Baru ini telah pula terjadi penyimpangan konstitusional, diantaranya:   
1) Pembatasan hak-hak politik rakyat Sejak tahun 1973 jumlah parpol di Indonesia dibatasi hanya 3 buah saja (PPP, Golkar, dan PDI). Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat ijin penguasa. Pers dinyatakan bebas, tetapi pemerintah dapat membreidel penerbitan pers (Tempo, Edi­tor, Sinar Harapan dan lain-lain). Para pengeritik pemerintah dikucilkan secara politik, atau bahkan diculik. Pegawai Negeri dan ABRI diharuskan mendukung partai penguasa, Golkar. Hal-hal tersebut di atas bertentangan dengan UUD 1945 terutama dalam kaitannya dengan pasal-pasal yang berkenaan dengan Hak-hak Asasi Manusia       
2) Pemusatan kekuasaan di tangan presiden. 
Walaupun secara formal lembaga negara (MPR, DPR, MA, dan lain-lain) mempunyai fungsi yang semestinya, namun dalam praktek melalui mekanisme politik tertentu Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara di luar dirinya.
2. Akibat yang terjadi dari penyimpangan terhadap UUD         
Terjadinya beberapa penyimpangan terhadap konstitusi menimbulkan dampak terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain :    
a. Tidak berjalannya system sesuai aturan yang ada dalam UUD 1945        
b. Memburuknya situasi politik di Indonesia. Misalnya terjadi pemberontakan G30SPKI tahun 1965.
c. Munculnya aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Mahasiswa dan rakyat yang menuntut perubahan.
C. Hasil-Hasil Amandemen UUD 1945      
1. Alasan terjadinya amandemen terhadap UUD 1945    
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :  
a. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislative, khususnya dalam membentuk UU           
b. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir)
c. Kedudukan penjelasan UUD 1945 seringkali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945        
Tujuan Amandemen UUD 1945        
a. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;          
b. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
c. menyempurnakan aturan dasar mengenai supremasi hukum, jaminan hak-hak konstitusional rakyat dan perlindungan hak asasi manusia sesuai dengan paham demokrasi dan rumusan negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;     
d. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern. antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi yang lebih kuat dan transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi kebutuhan bangsa sesuai tantangan zaman;         
e. menyempurnakan aturan dasar mengenai tugas, tanggungjawab, kewajiban negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluluh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia;    
f. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggara negara bagi eksistensi (keberadaan) negara dan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
g. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuh bangsa.   
2. Proses amandemen UUD 1945   
Dalam proses amandemen UUD 1945, semua Fraksi di MPR mendasarkan pada kesepakatan dasar, yakni :           
1) sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;  
2) sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;   
3) sepakat untuk mempertahankan sistem presidensiil.         
4) sepakat untuk tidak menggunakan lagi Penjelasan UUD 1945 sehingga hal-hal normatif yang ada di dalam penjelasan dipindahkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh 
Proses amandemen juga menerapkan prinsip yang berlaku universal, yakni kesinambungan dan perubahan (continuity and change). Prinsip kesinambungan dilaksanakan dengan cara tetap menjaga dan melestarikan materi-materi dalam UUD 1945 yang prinsipil bagi tetap tegaknya NKRI. Karena materi-materi itu merupakan langkah pemikiran dan cita-cita pendiri negara (founding father)     
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme sidang MPR yaitu :   
a. Sidang Umum MPR 1999 (14-21 Oktober 1999; disahkan 19 Oktober 1999)     
b. Sidang Tahunan MPR 2000 (7-18 Agustus 2000; disahkan 18 Agustus 2000)    
c. Sidang Tahunan MPR 2001 (1-9 November 2001; disahkan 9 Nopember 2001) 
d. Sidang Tahunan MPR 2002 (1-11 Agustus 2002; disahkan 10 Agustus 2002)    
3. Pasal-pasal perubahan UUD 1945         
Secara umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap adalah sebagai berikut:       
1) Perubahan Pertama UUD 1945 hasil Sidang Umum MPR (ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999). Meliputi Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), 14, Pasal15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 2~ 1945. 8erdasarkan ketentuan pasal-pasal yang diubah, Perubahan Pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.        
2) Perubahan Kedua UUD 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000). Meliputi Pasal18, Pasal18A, Pasal 188, Pasal 19, Pasal 20 a) Pasal 20A, Pasal22A, Pasa1228, 8ab IXA, Pasal 28A, Pasal 28B, pasal 28C, Pasal28C, Pasal28D, Pasal28E, Pasal28F, Pasal28G, asal 28H, Pasal 281, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C UUD 1945. Perubahan kedua ini meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang HAM.    
3) Perubahan Ketiga UUD 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2001 (ditetapkan pad a tanggal 9 November 2001). Mengubah dan/atau menambah ketentuan-ketentuan Pasal1 ayat (2) dan (3), Pasal3 ayat (1), (3), dan (4), Pasal6 ayat (1) dan (2), Pasal6A ayat (1), (2), (3), dan (5), Pasal 7 A, Pasal 7B ay at (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7), Pasal 7C, Pasal 8 ay at (1) dan (2), Pasal 11 ayat (2) dan (3), Pasal 17 ay at (4), Bab VIIA, Pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal22D ayat (1), (2), (3), dan (4), Bab VIIB, Pasal22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 ay at (1), (2), dan (3), Pasal 23A, Pasal 23C, Bab VillA, Pasal23E ayat (1), (2), dan (3), Pasal23F ayat (1), dan (2), Pasal 23G ayat (1) dan (2), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal24B ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 24C ay at (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) UUD 1945. Materi Perubahan Ketiga UUD 1945 meliputi ketentuan tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara, dan hubungan antarlembaga negara, dan ketentuan tentang Pemilihan Umum.
4) Perubahan Keempat UUD 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2002 (ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002). Perubahan dan/atau penambahan dalam Perubahan Keempat ini meliputi Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal11 ayat (1); Pasal16, Pasal23B; Pasal23D; Pasal24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 32 ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab IV, Pasal 33 ayat (4) dan (5); Pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 37 ay at (1), (2), (3), (4), dan (5); Aturan Peralihan Pasal I, 11, dan Ill; Aturan Tambahan Pasall dan 11 UUD 1945. Materi perubahan pada Perubahan Keempat adalah ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), ketentuan tentang pendidikan dan kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.        
Secara garis besar perubahan Undang-Undang Dasar 1945, adalah sebagai berikut :
– Sebelum Perubahan (Pembukaan; Batang Tubuh = 16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan dan penjelasan)       
– Sesudah Perubahan (Amandemen) :           
– Pembukaan  
– Pasal-pasal : 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan
D. Sikap Positif Terhadap Pelaksanaan UUD 1945 Hasil Amandemen 
1. Pentingnya amandemen UUD 1945       
Amandemen UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan Reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah :           
– untuk menciptakan kehidupan bernegara yang lebih baik. 
– untuk mencegah penyimpangan penyelenggaraan negara akibat kelemahan konstitusi yang dapat menimbulkan multitafsir.      
– untuk menjamin kepastian hukum (khususnya ketatanegaraan) dan kehidupan demokrasi yang lebih baik.           
2. Sikap positif terhadap hasil amandemen UUD 1945    
Dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, diharapkan tercipta hal-hal berikut :        
a. Adanya kepastian hukum dan sistem ketatanegaraan        
b. Kedaulatan kembali berada di tangan rakyat        
c. Terciptanya keseimbangan antara kekuasaan Eksekutif (Presiden)dan kekuasaan Legislatif (DPR)
d. Lebih terjaminnya Hak Asasi Manusia (HAM)     
e. Terwujudnya pemerintah yang demokratis
3. Pengaruh amandemen terhadap sistem pemerintahan dan hak asasi manusia
Hasil-hasil perubahan UUD 1945 menunjukkan adanya penyempurnaan kelembagaan negara, jaminan dan perlindungan HAM dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis. Hasil-hasil perubahan tersebut telah melahirkan peningkatan pelaksanaan kedaulatan rakyat, utamanya dalam pemilihan Presiden dan pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat, serta periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, tetapi sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti DPR, Presiden, MA, MK, DPD dan KY.

Sumber : http://setyaaji28.blogspot.co.id/2015/10/materi-pkn-tentang-pancasila-sebagai.html